Jumat, 25 Maret 2011

"WTC 911" DAN MISI DAJJAL

Bismillahirrahmaanirrahiim. Peristiwa Tragedi WTC 11 September 2001, menyisakan rentetan panjang penderitaan manusia yang luar biasa. Bukan hanya ribuan korban yang hancur terbakar, jatuh, atau tertimbun kejamnya material reruntuhan WTC. Namun miliaran Ummat Islam juga menderita akibat peristiwa itu. Tragedi WTC menghalalkan kaum Muslimin diperangi atas nama “war on terror” yang dikomandoi oleh George Bush –laknatullah ‘alaihi wa ashabihi ajma’in-.
Peristiwa itu sendiri terjadi di WTC New York, pada tanggal 11 September 2001. Kalau disingkat, WTC 119; 11 adalah tanggalnya, dan 9 adalah bulannya. Tetapi dalam ejaan Inggris, bulan ditulis lebih dulu, sehingga menjadi 911 (nine one one). Sehingga peristiwa itu kerap disebut “WTC nine one one”. Dan kebetulan kode 911 merupakan kode panggilan darurat di Amerika. Orang seluruh Amerika paham kode “911” yaitu panggilan darurat kepolisian. Bahkan begitu populernya, sampai ada istilah “Nanny 911” untuk menunjukkan kepada karakter seorang Nanny (pengasuh anak) yang siap dipanggil kapan saja untuk menangani kasus-kasus kenakalan anak yang sudah mencapai taraf darurat.
Istilah “WTC 911” itu bukan main-main. Ia bukan peristiwa biasa, ia bukan aksi terorisme biasa, ia bukan tragedi biasa. “WTC 911” adalah sebuah ICON gerakan besar yang dikembangkan di awal abad 21. Ia adalah simbol atau kode bagi Zionisme internasional untuk menenggelamkan dunia dalam perang anti terorisme yang mereka rancang. Khususnya, “WTC 911” adalah missi internasional untuk memerangi kebangkitan kaum Muslimin melalui isu terorisme. Ini adalah sandi, kode, atau icon gerakan Zionisme
internasional.


Sebagai orang beriman, kita jelas menolak Tragedi WTC 11 September 2001 itu, dan lebih menolak lagi ketika tragedi itu dijadikan alasan untuk memerangi kaum Muslimin di seluruh dunia. Hanya orang-orang kafir saja, atau manusia yang sudah tersesat sejauh-jauhnya, yang akan ridha dengan agenda perang untuk menghancurkan kehidupan kaum Muslimin itu.
Ada setidaknya 4 alasan untuk menolak missi “WTC 911”, yaitu:
[1] Ummat Islam secara mutlak harus menolak, menentang, atau mengingkari agenda-agenda yang diciptakan oleh Zionisme internasional. Tidak ada toleransi bagi Zionisme, sebagaimana tidak ada toleransi bagi dajjal –laknatullah ‘alaih-.
[2] Perang terhadap Islam dan kaum Muslimin adalah kekafiran, kezhaliman, dan kebiadaban yang sama sekali tertolak dalam ajaran Islam. Menerima perang seperti itu sama saja dengan membunuh agama sendiri.
[3] Tindakan terorisme terhadap warga sipil, laki-laki dan wanita, dewasa atau anak-anak, Muslim atau bukan, adalah perbuatan HARAM. Ia termasuk perbuatan merusak di muka bumi yang sangat diharamkan. Islam menghalalkan Jihad Fi Sabilillah, perang melawan musuh-musuh Islam; tetapi Jihad Fi Sabilillah bukan aksi terorisme yang penuh kepengecutan. Kalau mau Jihad, silakan head to head dengan pasukan musuh, jangan kucing-kucingan dengan berlagak sebagai “mujahidin”.
[4] Menurut banyak analisis, dapat dipastikan bahwa Tragedi WTC 11 September 2001 bukan dilakukan oleh kaum Muslimin (anak buah Usamah bin Ladin), tetapi dilakukan sendiri oleh agen-agen intelijen Amerika-Israel. Tragedi itu sengaja mereka buat sebagai alasan untuk memerangi kebangkitan Islam di dunia.
Wajib bagi kaum Muslimin menolak semua cerita-cerita yang dibuat George Bush –laknatullah ‘alaihi wa ashabihi ajma’in- seputar “WTC 911” itu. Apa yang diceritakan George Bush adalah kebohongan besar (seprti kebohongan Neil Amstrong dan Edwin Aldrin yang telah mendarat di bulan). Bahkan cerita bohong itu menjadi senjata bagi keturunan dajjal itu (George Bush) untuk memerangi Ummat Islam di seluruh dunia. Hanya orang kafir atau sudah sesat sejauh-jauhnya yang akan menerima cerita George Bush –laknatullah ‘alaihi wa ashabihi ajma’in-. Bahkan hebatnya, banyak sekali masyarakat kritis dunia yang menertawakan peristiwa itu. Padahal banyak dari mereka non Muslim yang tidak belajar ajaran-ajaran Islam.
Demi Allah, gedung WTC tidak akan hancur hanya ditabrak oleh sebuah pesawat. Sama sekali tak akan rubuh hanya dalam beberapa menit akibat tabrakan itu. Hancurnya gedung itu semata-mata hanya melalui Demolition Controlled. Ia adalah metode peledakan terkendali yang biasa digunakan di Amerika untuk merobohkan gedung-gedung tinggi yang terletak di tengah-tengah kawasan padat gedung-gedung pencakar langit. Tabrakan pesawat hanyalah pengalih perhatian saja. Sedangkan kekuatan asli yang menghancurkan gedung WTC adalah rangkaian bom yang telah ditanam di gedung itu sendiri.
Sebagai perbandingan, tanggal 18 Februari 2010, seorang pilot menabrakkan pesawatnya ke sebuah gedung di Austin, Texas. Pilot itu bernama Joseph Stack. Dia meninggal setelah melakukan aksinya. Akibat dari tabrakan itu hanya menimbulkan kebakaran dan kerusakan gedung. Tidak sampai meruntuhkan gedung dalam sekejap. Bahkan saat sebuah pesawat latih jatuh di gedung IPTN, ia juga tidak menghancurkan gedung itu berkeping-keping. Jadi tidak ada ceritanya, sebuah pesawat bisa menghancurkan gedung pencakar langit hanya dalam beberapa menit. Ketika Timothy McVeigh meledakkan truk berisi bahan peledak penuh di depan gedung FBI Amerika. Ia tak sampai menghancurkan seluruh gedung itu. Hanya bagian depannya hancur, tidak sampai menghancurkan secara keseluruhan.
Namun disini kita mendapati FENOMENA ANEH luar biasa. Di mata orang-orang yang mengerti, tidak mungkin “WTC 911” dilakukan oleh anak buah Usamah bin Ladin. Usamah dkk. tidak memiliki kekuatan sehebat itu. Tetapi sebagian kelompok Muslim sangat mempercayai berita itu. Mereka sangat percaya bahwa peledakan WTC dilakukan oleh anak buah Usamah Cs.
Ada dua kelompok Muslim yang amat sangat percaya, bahwa pelaku peledakan WTC adalah jaringan Usamah bin Ladin (Al Qa’idah). Pertama, adalah kalangan Salafi yang merujuk kepada pemikiran Rabi’ bin Hadi Al Madkhali dan Muqbil bin Hadi Al Wada’i. Kedua, adalah kalangan Salafi Jihadi yang sangat mendukung gerakan Al Qa’idah dan memuliakan Usamah bin Ladin dan Ayman Al Zhawahiri.
Kedua kelompok itu sama-sama merujuk kepada Salafus Shalih; sama-sama mengklaim Ahlus Sunnah; sama-sama mendakwahkan Tauhid dan anti bid’ah; sama-sama mengagumi dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah; sama-sama menghidupkan Sunnah dengan memakai gamis, memotong celana, dan para isterinya bercadar. Dan anehnya, kedua kelompok sama-sama mempercayai CERITA GEORGE BUSH seputar Tragedi WTC 911.
Tetapi mereka memiliki perbedaan yang sangat menyolok. Kelompok pertama, sangat menjilat kekuasaan. Tidak segan-segan mereka memuji Presiden, Kapolri, atau Densus 88. Padahal Salafus Shalih tidak ada yang mencontohkan sikap seperti itu. Sebaliknya, kelompok kedua sangat anti Pemerintahan. Semua pemerintahan yang menerapkan sistem demokrasi dituduh kafir. Termasuk Hamas di Palestina juga didakwa kafir musyrik, karena setuju demokrasi.
Kelompok pertama, kerjanya mentahdzir orang sebagai ahli bid’ah, hizbiyyah, sesat, khawarij, teroris. Kelompok kedua, kerjanya mengkafirkan orang-orang yang tidak sependirian dengan pemikiran mereka (misalnya anggota parlemen, hakim, jaksa, polisi, dll). Kelompok pertama doyan tahdzir, kelompok kedua doyan takfir.
Sesungguhnya agenda “war on terror” yang dilancarkan George Bush –laknatullah ‘alaihi wa ashabihi- adalah ditujukan untuk memerangi kebangkitan Islam. Oleh karena itu dia pernah keceplosan memakai istilah Crusade. Untuk menggulirkan agenda perang terlaknat itu, mereka membutuhkan pendukung dari kaum Muslimin. Pendukung itu bersifat PROTAGONIS (seide dengan mereka) dan ANTAGONIS (lawan mereka). Kalau hanya protagonis saja, agenda itu tidak akan berjalan. Selain ada kaum Muslimin yang mendukung agenda George Bush, juga harus ada yang beperan melawan George Bush. Salafi Rabi’iyun mendukung ide George Bush, sementara Salafi Al Qa’idah menjadi lawan George Bush. Akhirnya, panggung dunia pun dipenuhi oleh “war on terror”. Persis seperti film kartun Tom & Jerry.
Isyarat-isyarat yang ditunjukkan oleh George Bush –laknatullah ‘alaihi- sendiri sangat jelas. Dengan lantang dia membagi dunia dalam dikotomi yang sangat tegas: “You are with us or with terrorist?” Salafi Rabi’iyun jelas bersama George Bush, sementara Salafi Al Qa’idah menjadi lawan main George Bush.
Kedua kelompok “Salafi” itu dari sisi fanatiknya, ampun deh! Sangat sulit sekali bagi kita untuk menasehati, memberi masukan, meluruskan kesalahan, dll. Kalau kita bantah pendapat mereka, amarahnya semakin besar, sikap fanatiknya semakin bergelora, sikap bara’ah-nya semakin nyata.
Pandangan kita tidak akan mereka terima, sebab tidak sesuai dengan pandangan para syaikh mereka. Di mata mereka, “Orang Indonesia, tetangga sendiri, tidak memiliki hak kebenaran. Yang benar, hanyalah syaikh-syaikh dari Arab sono!” Dengan cara begitu mereka merasa bangga di hadapan orang lain. Seolah, memeluk suatu ajaran Islam, hanya dipakai untuk bangga-banggaan saja.
Meskipun kita sudah memberikan hujjah Qur’ani dan Sunni, tetap saja karena pandangan kita berbeda dengan syaikh-syaikh-nya, kita ditolak. Padahal kewajiban seorang Muslim ialah mengikuti dalil Syar’i, bukan mengikuti perkataan orang per orang. Dan hal itu pula yang sangat ditekankan oleh para ulama Salaf. Hingga ada ucapan, “Idza shah-ha al hadits, wa huwa madzhabiy” (kalau sudah sah sebuah hadits, itulah madzhabku).
Ibnu Abbas Ra. pernah mencela orang-orang di masanya yang lebih mendahulukan pendapat Abu Bakar Ra dan Umar Ra daripada pendapat Nabi Saw. Padahal ia adalah pendapat Shahabat sekaliber Abu Bakar dan Umar. Lazimnya, para syaikh yang martabatnya di bawah Abu Bakar Ra dan Umar Ra, seharusnya bisa diposisikan secara wajar di hadapan Al Qur’an dan As Sunnah.
Namun ya itu tadi, kalau agama difungsikan untuk bangga-banggaan, kelompok-kelompokan, merasa besar, merasa tinggi, merasa “paling ngerti”, ya susah memang. Dalil sejelas apapun, tetap saja akan ditolak. Wong, penyakit itu bukan pada dalilnya, tetapi penyakit ada di hati, yang berada di dada.
Demi Allah “WTC 911” bukan peristiwa sembarangan. Ia adalah ICON Zionisme untuk memerangi kaum Muslimin. Seharusnya kita menolak keras segala cerita seputar “WTC 911” itu. Cerita-cerita itu mengandung terlalu banyak kebohongan. Dengan mempercayai cerita WTC 911, sama saja kita dengan mempercayakan mata, telinga, dan akal kepada ajaran George Bush –laknatullah ‘alaih-.
Orang Arab memiliki karakter khas. Kalau mereka baik dan shalih, masya Allah, luar biasa baiknya. Seakan kita melihat malaikat dalam wujud manusia. Tetapi kalau jahat, jahatnya luar biasa. Sampai iblis pun geleng-geleng kepala, “Perasaan, gue gak gitu-gitu amat.” Lihatlah disana sosok Hamzah bin Abdul Muthalib Ra ketika sepenuh hati membela perjuangan Nabi Saw, sampai terbunuh dalam peperangan. Lalu, lihat pula sosok Abu Jahal yang sangat bengis dalam memusuhi Islam. Sama-sama Arab, sama-sama dari Makkah, tetapi karakter berbeda 180 derajat.
Di antara kelemahan kita selama ini ialah terlalu mudah takjub oleh penampilan syaikh-syaikh Arab (tidak semua syaikh). Kita anggap mereka itu ulama, panutan, marja’ ilmiyah, mursyid, dan lainnya. Memang ada yang seperti itu, alhamdulillah. Tetapi yang munafik, menyesatkan Ummat, dan sangat keji permusuhannya kepada Islam dan kaum Muslimin, juga ada. Secara zhahir tampak seperti ulama, perkataan sehari-harinya tidak lepas dari, “Qalallah wa qala Rasulullah.” Tetapi secara bathin, mereka adalah syaitan-syaitan yang menyesatkan Ummat. Maka itu Rasulullah sejak awal sudah mewanti-wanti bahaya orang-orang seperti ini. Zhahirnya seperti kita, bahasanya seperti kita (bahasa Arab), omongan seperti kita. Tetapi agenda perjuangan mereka melayani kepentingan Zionisme.
Icon “WTC 911” itu sangat jelas sekali. Yang membuat icon adalah Zionisme, yang melariskan dagangan mereka ternyata saudara-saudara kita juga. Yang satu bermudah-mudah menuduh orang lain teroris khawarij; yang satu lagi bermudah-mudah menuduh Muslim lain kafir. Yang satu pro agenda George Bush –laknatullah ‘alaihi-, yang satu lagi menjadi “lawan main” Geroge Bush –laknatullah ‘alaih-. Yang satu terus mengacak-acak persatuan Ummat dengan ide-ide permusuhan antar sesame kaum Muslimin. Yang satu lagi terus melakukan aksi-aksi terror, agar Ummat Islam semakin hebat diperangi kaum kafir.
Bahkan yang menakjubkan, yang membuat George Bush –laknatullah ‘alaihi wa ashabih- terpilih kedua kalinya tahun 2004 lalu, adalah pidato Usamah bin Ladin yang mengancam akan menyerang Amerika. Ternyata, Si Usamah ini kemudian tidak melakukan serangan apa-apa. Tetapi, publik Amerika sudah ketakutan, sehingga George Bush –laknatullah ‘alaih- terpilih lagi. Kasus yang sama baru-baru ini terulang, dengan isu pengiriman paket bom melalui pesawat Emirates di Yaman. Paket ini sedianya akan dikirim ke Amerika. Al Qa’idah buru-buru mengklaim bahwa iutu adalah paket milik mereka. Media-media pro Zionis sangat hebat mempublikasikan paket bom ini. Dampaknya, Partai Republik di Amerika memenangkan pemilu mengalahkan partai Obama.
Tahun 1996 lalu Usamah bin Ladin menantang pasukan Amerika untuk bertempur di Afghanistan atau negeri-negeri Islam lain. Tahun 2001 Amerika jadi menyerang Afghan, tahun 2003 Amerika menyerang Irak. Lalu kemana Usamah? Kok tidak nongol-nongol? Katanya menantang Amerika, kok tidak nongol sih? Ya, itulah akal anak-anak muda Indonesia terlalu mudah dibohongi oleh omongan Usamah, Ayman, dan sejenisnya. Mereka itu masih satu paket dengan agenda Zionisme, dengan sandi operasi “WTC 911”. Maka tidak heran kalau Ayman Al Zhawahiri cepat-cepat mengkafirkan Hamas di Palestina. Sebab itu satu arah dengan kepentingan Zionisme internasional. Kita harus berhati-hati dengan syaitan-syaitan yang berkedok syaikh, mujahidin, dan sebagainya. Andaikan Usamah benar-benar seorang mujahid Islam sejati; dia pasti akan terbunuh seperti Dr. Abdullah Azzam, Syaikh Ahmad Yasin, Yahya Ayash, Jendral Khatab, dan lainnya –rahimahumullah jami’an-.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi Ummat, dan bermanfaat pula bagi diri kami sendiri. Allahumma amin
DI AMBIL DARI PUSTAKA LANGIT BIRU

Rabu, 23 Februari 2011

fakta-fakta unik dunia

Menurut penelitian yang dilakukan oleh lembaga Forrester, di Amerika, telepon biasa memerlukan waktu 91 tahun untuk mencapai jumlah 100 Juta unit terpasang.

Sedangkan televisi memerlukan waktu 54 tahun untuk mencapai jumlah yang sama.

Sementara saat ini, handphone memperoleh satu pelanggan baru setiap 1,3 detik..!
Pizza adalah bahasa Itali untuk “pie” (kue).
Pada bagian bawah pizza dibuat dari adonan ragi yang dipanggang menjadi lingkaran seperti roti. Di Itali, orang sudah membuat pizza sejak tahun
1400-an, tapi belum diberi tomat dan keju sampai tahun 1889
Pada tahun 1889, seorang pembuat roti bernama Raffaele Esposito membuat pizza untuk Ratu Itali. Ia memutuskan untuk menggunakan bahan-bahan dengan warna seperti bendera negaranya, Itali.

Jadi Raffaele menambahkan tomat merah, keju putih, dan paprika hijau.

Itulah ceritanya kenapa hingga sekarang pizza menyerupai bendera negara Itali.

Sebelum kedatangan dan penaklukan bangsa Spanyol di Amerika Selatan, orang Indian Inca tidak mengenal besi, perunggu atau logam lain. Itu sebabnya mereka memiliki emas dalam jumlah yang sangat besar.

Mereka tidak hanya menggunakannya sebagai perhiasan, tetapi juga untuk benda keperluan sehari-hari seperti paku, peralatan makan dan memasak, sisir, dan pencabut alis.

Jadi dapat dibayangkan bagaimana ‘gila’nya orang Spanyol ketika melihat orang Indian setiap hari bersisir menggunakan sisir emas.

Sheik Shakhbut, bekas pemimpin Abu Dhabi, adalah salah satu dari beberapa pemimpin Arab yang mendapat rejeki nomplok saat ditemukannya sumber
minyak di jazirah Arab.

Namun penduduk Abu Dhabi selalu merasa heran, karena walaupun minyak telah disedot sedemikian banyaknya, uang yang dihasilkan dari penjualan minyak bumi itu tidak kelihatan ‘jejaknya’.

Maka terjadilah perebutan kekuasaan, dan Sheik Shakhbut dapat digulingkan dari kekuasaannya. Selanjutnya, sebuah komisi dibentuk untuk mencari kemana perginya uang hasil minyak Abu Dhabi. Dari istana kerajaan terbongkarlah sebagian misteri ke mana ‘perginya’ uang-uang itu.

Selama pemerintahannya Sheik Shakhbut telah menyembunyikan uang-uang hasil penjualan minyak itu di seluruh bagian istananya, mulai dari di bawah kasur, lemari, karpet dan tempat-tempat lain. Sulit untuk dihitung berapa banyak yang
disembunyikan Sheik Shakhbut, namun sebagai gambaran saja, terdapat kira-kira uang kertas senilai 2 Juta Dollar yang telah rusak dimakan tikus…

Di abad ke 17, di Eropa dikenal tindak kejahatan penculikan anak-anak yang dilanjutkan dengan membentuk mereka menjadi makhluk aneh.

Tindak kejahatan ini disebut “Comprachicos”, dimana anak-anak tadi dihambat pertumbuhannya dengan dipasangi topeng besi permanen atau dibentuk dengan sengaja untuk selanjutnya dijual kepada para bangsawan, sebagai mahluk
langka.

“The Man in the Iron Mask” karya Alexander Dumas adalah gambaran tentang Comprachicos di masa itu dimana seorang anak diculik dan kemudian dipasangi topeng besi.
Contoh lain pad “The Man Who Laughs” karya Victor Hugo, menceritakan tentang
seorang anak yang selalu tersenyum karena wajahnya dibentuk demikian akibat Comprachicos.
Di usia 25 tahun, ia dipecat dari ketentaraan, selain itu ia telah dipermalukan, patah semangat, tanpa harapan, tanpa uang.
Di ujung semua itu, berniat bunuh diri dengan meloncat dari sebuah jembatan.

Namun sebelum niat tersebut terjadi, seorang teman datang dan membujuknya untuk membatalkan niat tersebut. Sang pemuda pun membatalkan bunuh diri, dan memulai hidup baru.

Hanya dalam waktu setahun setelah rencana bunuh diri itu, ia berhasil meniti kembali karir militernya yang telah hancur, dan berhasil menjadi jenderal termuda dalam Dinas Ketentaraan Perancis. Kemenangan besar dapat
dicapainya justru saat ia memimpin prajurit-prajurit lelah yang kelaparan (dimasa inilah ia berkata “prajurit berjalan di atas perutnya”).

Sabtu, 25 Desember 2010

makalah bani umayyah di damaskus


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala, yang telah mengutus Rasul-Nya  dengan membawa  petunjuk  dan  agama yang haq  sebagai rahmat bagi seluruh alam Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehinga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul BANI UMAYYAH TIMUR dengan sebaik-baiknya dan Shalawat dan salam atas Rasulullah yang telah menuntun umat manusia ke jalan yang lurus yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini , Nabi terakhir dan tak ada lagi setelah dia.
            Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pembaca.
            Dalam kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada guru pembimbing dan kawan-kawan yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
      Akhir kata penulis mengharapkan supaya makalah ini bermanfaat baik bagi pembaca maupun bagi penulis sendiri. Amin.



Lhokseumawe,23 Desember 2010

PENULIS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................   1
DAFTAR ISI..........................................................................................................    2

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................    3

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................   4
  1. Asal-Usul Dan Pertumbuhan Bani Umayyah...........................................      4
  2. Basis Pemerintahan Umayyah..................................................................      5
  3. Kedudukan Khalifah.................................................................................     5
  4. Sistem Pergantian Kepala Negara Dan Upaya Penegakan Dinasti...........      6
  5. Sistem Sosial, Politik Dan Ekonomi Daulah Bani Umayyah ..................       11
  6. Kemajuan Intelektual................................................................................      13
  7. Sebab-Sebab Runtuhnya Bani Umayyah..................................................      14

BAB III PENUTUP...............................................................................................    16
  1. Kesimpulan................................................................................................     16
  2. Saran..........................................................................................................     16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................     17












BAB I
PENDAHULUAN

Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.

Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah, dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.

Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul.

Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Malta.
BAB II
PEMBAHASAN

  1. ASAL-USUL DAN PERTUMBUHAN BANI UMAYYAH

Kerajaan Bani  Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada  tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132 H/ 750 M. Muawiyah bin Abu   Sufyan   adalah   seorang   politisi   handal   di  mana  pengalaman   politiknya   sebagai Gubernur  Syam pada  zaman Khalifah Ustman bin Affan   cukup mengantarkan dirinya mampu mengambil alih kekusaan dari genggaman keluarga Ali Bin Abi Thalib.
Tepatnya Setelah Husein putra Ali Bin Thalib dapat dikalahkan oleh Umayyah  dalam pertempuran di  Karbala. Kekuasaan dan kejayaan. Dinasti Bani Umayyah mencapai puncaknya di zaman  Al-Walid. Dan sesudah itu kekuasaan mereka menurun.
Silsilah keturunan Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin  Abdi Syamsi bin Abdi  Manaf  bertemu dengan Nabi  Muhammad SAW pada Abdi  Manaf.  Turunan Nabi  dipanggil dengan keluarga Hasyim (Bani Hasyim), sedangkan keturunan Umayyah disebut dengan keluarga Umayyah (Bani Umayyah). Oleh karena itu Muawiyah dinyatakan sebagai pembangun Dinasti Umayyah (Sou’yb,1997:7).
Umayyah adalah pedagang yang besar dan kaya, yang mempunyai 10 anak laki-laki yang semuanya mempunyai  kekuasaan dan kemuliaan,  di  antaranya Harb,  Sufyan,  dan Abu Sufyan. Dan Abu Sofyanlah yang pernah menjadi pemimpin pasukan Quraisy melawan Nabi  pada perang Badar  Kubra.  Dilihat  dari  sejarahnya,  Bani  Umayyah memang begitu kental dengan kekuasaan.
Ketika  terjadi  Fathul  Makkah  Abu Sufyan diberi  kehormatan untuk mengumumkan
pengamanan   Nabi   SAW,   yang   salah   satunya   adalah   barang   siapa  masuk   ke   dalam rumahnya maka amanlah dia, selain masuk masjid dan rumahnya Nabi (Hasan,1993:282).
Hal ini berlanjut pada masa khulafah al-rasyidin, Yazid bin Abi Sufyan ditunjuk oleh Abu Bakar memimpin  tentara  Islam untuk membuka daerah Syam.  Dan masa Khalifah Umar  diserahi   jabatan Gubernur  di  Damaskus.  Hal  yang sama dilakukan Umar  adalah menyerahkan daerah Yordania kepada Muawiyah. Bahkan setelah Yazid wafat, daerah yang diserahkan kepadanya diberikan kepada Muawiyah.  Setelah Umar wafat  dan digantikan Ustman,  maka kerabatnya dari  Bani  Umayyah  (Ustman  termasuk dari  Bani  Umayyah) banyak yang menguasai pos-pos penting dalam pemerintahan.
Pada  masa   Ustman   inilah   kekuatan   Bani  Umayyah,   khususnya   pada  Muawiyah semakin mengakar  dan menguat.  Ketika  dia  diangkat  menjadi  penguasa  pada  wilayah tertentu dalam  jangka yang panjang dan  terus-menerus.  Sebelumnya dia  telah menjadi Wali  Damaskus selama 4  tahun,  yaitu pada masa Umar,   lalu Ustman menggabungkan baginya daerah Ailah sampai  perbatasan Romawi  dan sampai  pantai   laut   tengah secara keseluruhan.  Bahkan dia membiarkannya memerintah daerah tersebut selama 12 tahun penuh, yaitu sepanjang masa kekhilafahannya (al-Maududi,1993:146-147).

  1. BASIS PEMERINTAHAN UMAYYAH.

Keberhasialan Muawiyah mendirikan Dinasti  Umayyah bukan hanya   akibat   dari kemenangan diplomasi Siffin dan terbunuhnya Khalifah Ali, akan tetapi ia memiliki basis rasional yang solid bagi landasan pembangunan politiknya di masa depan. Adapun faktor keberhasilan tersebut adalah:
  1. Dukungan yang kuat dari rakyat Syiria dan dari keluarga Bani Umayyah.
  2. Sebagai  administrator,  Muawiyah mampu berbuat secara bijak dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting.
  3. Muawiyah   memiliki   kemampuan   yang   lebih   sebagai   negarawan   sejati,   bahkan mencapai tingkat (hilm) sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman dahulu,   yang mana seorang  manusia  hilm  seperti  Muawiyah dapat  menguasai  diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi

  1. KEDUDUKAN KHALIFAH
Walaupun  Muawiyah  mengubah   sistem  pemerintahan   dari  musyawarah    menjadi monarkhi,   namun   Dinasti   ini   tetap  memakai   gelar   Khalifah.   Namun   ia  memberikan interpretasi baru untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya ‘Khalifah Allah” dalam   pengertian   “penguasa”   yang   diangkat   Allah   dalam   memimpin   umat   dengan mengaitkannya   kepada   al   Qur’an   (2:30).   Atas   dasar   ini 

Dinasti   menyatakan   bahwa keputusan-keputusan   Khalifah   berdasarkan   atas   kehendak   Allah,   siapa   yang menentangnya adalah kafir (Pulungan, 1997:167-168).
Dengan   kata   lain   pemerintahan  Dinasti   Bani  Umayyah   bercorak   teokratis,   yaitu penguasa   yang   harus   ditaati   semata-mata   karena   iman.   Seseorang   selama   menjadi mukmin tidak boleh  melawan  khalifahnya,   sekalipun   ia   beranggapan   bahwa Khalifah adalah  seseorang   yang  memusuhi  agama  Allah dan    tindakan-tindakan Khalifah  tidak sesuai dengan hukum-hukum syariat.Dengan demikian,meskipun pemimpin Dinasti ini menyatakan sebagai Khalifah akan tetapi dalam prakteknya memimpin ummat Islam sama sekali berbeda dengan Khalifah yang empat sebelumnya, setelah Rasulullah.
D. SISTEM PERGANTIAN KEPALA NEGARA DAN UPAYA PENEGAKAN DINASTI.

        Dengan  meninggalnya  Khalifah Ali,  maka bentuk pemerintahan kekhalifahan telah 
berakhir, dan dilanjutkan dengan bentuk pemerintahan kerajaan (Dinasti), yakni kerajaan 
Bani Umayyah (Dinasti Umayyah). Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Muawiyah dapat menduduki kursi kekuasaan dengan berbagai cara, siasat, politik dan tipu muslihat yang licik, bukan atas pilihan kaum muslimin sebagaimana dilakukan oleh para Khalifah sebelumnya.       engan demikian, berdirinya Daulah Bani Umayyah bukan berdasar pada  musyawarah atau  demokrasi. Jabatan raja  menjadi  turun-temurun, dan Daulah Islam berubah sifatnya menjadi Daulah yang bersifat kerajaan (monarkhi).
Muawiyah tidak mentaati isi perjanjian yang telah dilakukannya dengan Hasan ibn Ali ketika ia  naik tahta, yang  menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin  setelah Muawiyah   akan   diserahkan   kepada   pemilihan   ummat   Islam.   Hal   ini   terjadi   ketika Muawiyah  mewajibkan  seluruh  rakyatnya  untuk  menyatakan  setia  terhadap  anaknya, Yazid. Sejak saat itu suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai  (al-Maududi,  1984:167).
Dinasti  Umayyah  berkuasa  hampir  satu  abad,  tepatnya  selama  90  tahun,  dengan  empat   belas   Khalifah.  Banyak   kemajuan,   perkembangan   dan   perluasan   daerah   yang dicapai,   lebih-lebih   pada   masa   pemerintahan   Walid   bin   Abdul   Malik.Dimulai oleh kepemimpinan Muawiyyah bin Abi  Sufyan dan diakhiri oleh kepemimpinan Marwan bin Muhammad. Adapun urut-urutan Khalifah Daulah Bani Umayyah adalah sebagai berikut: 

  1. Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-681 M)
Muawiyah ibn Abi Sufyan adalah pendiri aulah Bani Umayyah dan menjabat sebagai  Khalifah pertama. Ia  memindahkan   ibu   kota   dari   Madinah al Munawarah   ke kota Damaskus dalam wilayah Suriah. Pada masa pemerintahannya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang terhenti pada masa Khalifah Ustman dan Ali. Disamping itu ia juga  mengatur tentara dengan cara baru dengan meniru aturan yang ditetapkan olehtentara di Bizantium, membangun administrasi pemerintahan dan juga menetapkan aturan kiriman pos.Muawiyah  meninggal  Dunia  dalam usia  80  tahun   dan   dimakamkan  di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.

  1. Yazid ibn Muawiyah (681-683 M)
Lahir pada tahun 22 H/643 M. Pada tahun 679 M, Muawiyah mencalonkan anaknya, Yazid, untuk menggantikan dirinya. Yazid menjabat sebagai Khalifah dalam usia 34 tahun pada  tahun  681  M.  Ketika  Yazid   naik  tahta,  sejumlah   tokoh  di  Madinah  tidak  mau menyatakan  setia kepadanya.  Ia kemudian  mengirim  surat  kepada  Gubernur  Madinah,memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini,  semua   orang  terpaksa  tunduk,   kecuali   Husein  ibn  Ali   dan  Abdullah  ibn  Zubair.Bersamaan   dengan   itu,   Syi’ah   (pengikut   Ali)   melakukan   konsolidasi   (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai Khalifah.  Dalam pertempuran yang tidak  seimbang  di  Karbela,  sebuah  daerah  di  dekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala (Yatim, 2003:45). Ia Meninggal  pada  tahun  64 H/683 M dalam   usia   38   tahun   dan   masa pemerintahannya ialah tiga tahun dan enam bulan.




  1. Muawiyah ibn Yazid (683-684 M)
Muawiyah ibn Yazid menjabat sebagai Khalifah pada tahun 683-684 M dalam usia 23  tahun. Dia seorang yang berwatak lembut. Dalam pemerintahannya, terjadi masa krisis 
dan ketidakpastian, yaitu timbulnya perselisihan antar  suku diantara orang-orang Arab  sendiri. Ia memerintah hanya selama enam bulan.

  1. Marwan ibn Al-Hakam (684-685 M)
Sebelum   menjabat   sebagai   penasihat   Khalifah   Ustman   bin   Affan,   ia   berhasil  memperoleh dukungan dari sebagian orang Syiria dengan cara menyuap dan memberikan  berbagai hak kepada masing-masing kepala suku. Untuk mengukuhkan jabatan Khalifah  yang dipegangnya maka Marwan sengaja mengawini janda Khalifah Yazid, Ummu Khalid.Selama masa pemerinthannya tidak meninggalkan jejak yang penting bagi perkembangansejarah Islam. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan masa pemerintahannya selama 9 bulan  18 hari. 

  1. Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M)
Abdul Malik ibn Marwan dilantik sebagai Khalifah setelah kematian ayahnya, pada  tahun 685 M. Dibawah kekuasaan Abdul Malik, kerajaan Umayyah mencapai kekuasaan dan kemulian. Ia terpandang sebagai Khalifah yang perkasa dan negarawan yang cakap dan berhasil memulihkan kembali kesatuan Dunia Islam dari para pemberontak, sehingga  pada  masa  pemerintahan  selanjutnya,  di  bawah  pemerintahan  Walid  bin  Abdul   Malik Daulah bani Umayyah dapat mencapai puncak kejayaannya.
Ia wafat pada tahun 705 M dalam usia yang ke-60 tahun. Ia meninggalkan karya-
karya  terbesar  didalam  sejarah  Islam.  Masa  pemerintahannya  berlangsung  selama  21 
tahun,  8  bulan.  Dalam  masa  pemerintahannya,  ia  menghadapi  sengketa  dengan  khalif  Abdullah ibn Zubair.

  1. Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)
Masa  pemerintahan Walid  ibn  Malik  adalah  masa  ketentraman,  kemakmuran  dan  ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya tercatat suatu  peristiwa besar, yaitu perluasan wilayah kekuasaan dari Afrika Utara menuju wilayah Barat daya, benua  Eropa, yaitu pada tahun  711  M.  Perluasan wilayah kekuasaan Islam juga  sampai ke Andalusia  (Spanyol) dibawah pimpinan panglima Thariq bin Ziad. Perjuangan  panglima Thariq bin Ziad mencapai kemenangan, sehingga dapat menguasai kota Kordova, Granada dan Toledo. 

  1. Sulaiman ibn Abdul Malik (715-717 M)
Sulaiman   Ibn   Abdul   Malik     menjadi   Khalifah   pada   usia   42   tahun.   Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun, 8 bulan. Ia tidak memiliki kepribadian yang kuat  hingga mudah dipengaruhi  penasehat-penasehat  disekitar  dirinya.  Menjelang   saat terakhir pemerintahannya barulah ia memanggil Gubernur wilayah Hijaz, yaitu Umar bin Abdul  Aziz,   yang  kemudian diangkat  menjadi  penasehatnya dengan memegang   jabatan wazir besar.
Hasratnya untuk memperoleh nama baik dengan penaklukan ibu kota Constantinople gagal.   Satu-satunya   jasa   yang   dapat   dikenangnya   dari  masa   pemerintahannya   ialah menyelesaikan dan menyiapkan pembangunan  Jamiul  Umawi  yang  terkenal  megah dan agung di Damaskus.

  1. Umar Ibn Abdul Aziz (717-720 M)
Umar ibn Abdul Aziz menjabat sebagai Khalifah pada usia 37 tahun . Ia terkenal adil dan sederhana. Ia ingin mengembalikan corak pemerintahan seperti pada zaman khulafaur  rasyidin.   Pemerintahan   Umar   meninggalkan     semua   kemegahan   Dunia   yang   selalu ditunjukkan oleh orang Bani Umayyah.
Ketika   dinobatkan   sebagai   Khalifah,   ia   menyatakan   bahwa   mempernaiki   dan meningkatkan negeri   yang berada dalam wilayah  Islam  lebih baik daripada menambah perluasannya  (Amin,  1987:104).   Ini  berarti  bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam  negeri.  Meskipun  masa   pemerintahannya   sangat   singkat,   ia   berhasil  menjalin hubuingan baik dengan Syi’ah.
  1. Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M)
Yazid   ibn   Abdul  Malik   adalah   seorang   penguasa   yang   sangat   gandrung   kepadakemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup   dalam  ketentraman   dan   kedamaian,   pada   zamannya   berubah  menjadi   kacau.Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid. Pemerintahan   Yazid   yang   singkat   itu   hanya   mempercepat   proses   kehancuran Imperium Umayyah.  Pada waktu pemerintahan  inilah propaganda bagi  keturunan Bani Abas mulai dilancarkan secara aktif. Dia wafat pada usia 40 tahun. Masa pemerintahannya  berlangsung selama 4 tahun, 1 bulan.
  1. 10.Hisyam ibn Abdul Malik (724-743 M)
Hisyam ibn Abdul Malik menjabat sebagai Khalifah pada usia yang ke 35 tahun.  Ia terkenal  negarawan  yang   cakap dan  ahli   strategi  militer.  Pada  masa pemerintahannya muncul   satu   kekuatan   baru   yang  menjadi   tantangan   berat   bagi   pemerintahan   Bani Umayyah. Kekuatan ini berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali  dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan selanjutnya, kekuatan baru ini mampu menggulingkan Dinasti Umayyah dan menggantikannya dengan Dinasti baru, Bani Abbas.

  1. Walid ibn Yazid (743-744 M)
Daulah Abbasiyah mengalami kemunduran dimasa pemerintahan Walid ibn Yazid. Ia berkelakuan buruk dan suka melanggar norma agama. Kalangan keluarga sendiri  benci padanya. Dan ia mati terbunuh.

  1. Yazid ibn Walid (Yazid III) (744 M)
Pemerintahan   Yazid   ibn   Walid   tidak   mendapat dukungan   dari   rakyat,   karena perbuatannya yang suka mengurangi anggaran belanja negara.Masa pemerintahannya penuh dengan kemelut dan pemberontakan.Masa pemerintahannya berlangsung selama 16 bulan. Dia wafat dalam usia 46 tahun.
  1. Ibrahim ibn Malik (744 M)
Diangkatnya   Ibrahim   menjadi   Khalifah   tidak   memperoleh   suara   bulat   didalam lingkungan keluarga Bani Umayyah dan rakyatnya. Karena itu, keadaan negara semakin kacau   dengan   munculnya   beberapa   pemberontak.Ia menggerakkan   pasukan   besar berkekuatan 80.000 orang dari Armenia menuju Syiria. Ia dengan suka rela mengundurkan dirinya dari jabatan khilafah dan mengangkat baiat terhadap Marwan ibn Muhammad. Dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada tahun 132 H.
  1. Marwan ibn Muhammad (745-750 M)
Beliau   seorang   ahli   negara   yang   bijaksana   dan   seorang   pahlawan.   Beberapa pemberontak   dapat   ditumpas,   tetapi   dia   tidak   mampu   mengahadapi   gerakan   Bani Abbasiyah yang telah kuat pendudkungnya.Marwan   ibn  Muhammad  melarikan   diri   ke  Hurah,   terus   ke  Damaskus.   Namun Abdullah   bin   Ali   yang   ditugaskan  membunuh  Marwan   oleh   Abbas   As-Syaffah   selalu mengejarnya. Akhirnya sampailah Marwan di Mesir. Di Bushair, daerah al Fayyun Mesir, dia  mati  terbunuh   oleh   Shalih   bin   Ali,   orang   yang  menerima   penyerahan   tugas   dari Abdullah.

E.   SISTEM SOSIAL, POLITIK DAN EKONOMI DAULAH BANI UMAYYAH

1. Sistem Sosial
Dalam  lapangan  sosial,  Bani  Umayyah  telah  membuka  terjadinya  kontak  antara bangsa-bangsa   Muslim   (Arab)  dengan   negeri-negeri   taklukan   yang   terkenal   memiliki kebudayaan yang telah  maju  seperti  Persia,  Mesir,  Eropa  dan  sebagainya.  Hal tersebut menyebabkan  terjadinya   akulturasi  budaya  antara  Arab   (yang  memiliki  ciri-ciri  Islam) dengan   tradisi   bangsa-bangsa   lain   yang   bernaung   dibawah   kekuasaan   Islam   (Amin, 1997:106). Hubungan tersebut kemudian melahirkan kreatifitas baru yang menakjubkan dibidang seni bangunan (arsitektur) dan ilmu pengetahuan.
Seperti yang terjadi  pada masa pemerintahan Khalifah Walid ibn Abdul Malik  (705- 715 M) kekayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Ia seorang yang berkemauan keras danberkemampuan melaksanakan pembangunan. Oleh karena itu, ia menyempurnakan  gedung-gedung, pabrik-pabrik dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan  sumur  untuk para  kabilah yang berlalu lalang dijalan tersebut. Ia membangun masjid al-Amawi yang terkenal  hingga masa kini di Damaskus. Disamping itu ia menggunakan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti orang lumpuh, buta dan sebagainya.
2. Sistem Politik
Perubahan yang paling menonjol pada masa Bani Umayyah terjadi pada sistem politik, diantaranya adalah:
a. Politik dalam Negeri
1) Pemindahan   pusat   pemerintahan   dari   Madinah   ke   Damaskus.   Keputusan   ini
berdasarkan pada  pertimbangan politis  dan keamanan.  Karena  letaknya   jauh dari Kufah,  pusat kaum Syi’ah  (pendukung Ali),  dan  juga  jauh dari  Hijaz,  tempat tinggal
Bani Hasyim dan Bani Umayyah, sehingga bisa terhindar dari konflik yang lebih tajam
antar dua bani tersebut dalam memperebutkan kekuasaan.

2)  Pembentukan lembaga yang sama sekali baru atau pengembangan dari Khalifah  ar 
     rasyidin,   untuk   memenuhi   tuntutan   perkembangan   administrasi   dan   wilayah 
     kenegaraan yang  semakin komplek.  Dalam  menjalankan pemerintahannya  Khalifah 
     Bani Umayyah dibantu oleh beberapa al Kuttab (sekretaris) yang meliputi :
  1. Katib ar Rasaail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan  surat-menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
  2. Katib al Kharraj  yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan  pengeluaran negara.
  3. Katib  al  Jund  yaitu   sekretaris   yang   bertugas   menyelenggarakan   hal-hal   yang berkaitan dengan ketentaraan.
  4. Katib    asy    Syurthahk    yaitu     sekretaris   yang     bertugas    menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
  5. Katib  al-Qaadhi  yaitu  sekretaris yang   bertugas  menyelenggarakan  tertib  hukum melalui bedan-badan peradilan dan hakim setempat (Hasjmy, 1993:82).

b) Politik Luar Negeri
Politik luar negeri Bani Umayyah adalah politik ekspansi yaitu melakukan perluasan daerah kekuasaan ke negara–negara yang belum tunduk pada kerajaan Bani Umayyah. Pada zaman Khalifah ar-Rasyidin wilayah Islam sudah demikian luas, tetapi perluasan tersebut belum mencapai  tapal  batas yang tetap, sebab di  sana-sini  masih selalu terjadi pertikaian dan kontak-kontak  pertempuran di  daerah perbatasan. 
Daerah-daerah  yang telah dikuasai  oleh  Islam masih  tetap menjadi   sasaran penyerbuan pihak-pihakdi   luar Islam, dari belakang garis perebutan tersebut. Bahkan musuh diluar wilayah Islam telah berhasil merampas beberapa wilayah kekuatan Islam ketika terjadi perpecahan-perpecahan dan permberontakan-pemberontakan dalam negeri kaum muslimin (Syalaby, 1971:139).

3. Sistem Ekonomi
Pada masa Bani  Umayyah ekonomi  mengalami  kemajuan yang  luar  biasa.  Dengan wilayah   penaklukan   yang   begitu   luas,   maka   hal   itu   memungkinkannya   untuk mengeksploitasi  potensi  ekonomi  negeri-negeri  taklukan.  Mereka  juga dapat mengangkut sejumlah besar budak ke Dunia Islam. Penggunaan tenaga kerja ini membuat bangsa Arab hidup   dari   negeri   taklukan   dan  menjadikannya   kelas   pemungut   pajak   dan   sekaligus memungkinkannya mengeksploitasi negeri-negeri tersebut, seperti Mesir, Suriah dan Irak
(Bosworth,1993:26).
Tetapi bukan hanya eksplotasi yang bersifat menguras saja yang dilakukan oleh Bani umayyah, tetapi ada juga usaha untuk memakmurkan negeri taklukannya. Hal ini terlihat dari  kebijakan Gubernur Irak yang saat itu dijabat oleh al-Hajjaj  bin Yusuf. Dia berhasil memperbaiki saluran-saluran air sungai Euphrat dan Tigris, memajukan perdagangan, dan memperbaiki sistem  ukuran timbang, takaran dan keuangan (Mufradi, 1997:76).Jadi   sumber   ekonomi  masa  Daulah Bani  Umayyah  berasal   dari   potensi   ekonomi negeri-negeri  yang  telah ditaklukan dan sejumlah budak dari  negara-negara yang  telah ditaklukkan diangkut ke Dunia Islam.

F. KEMAJUAN INTELEKTUAL

Kehidupan ilmu dan akal, pada masa Dinasti Bani Umayyah pada umumnya berjalan seperti  zaman  khalafaur  rasyidin,  hanya beberapa saja yang mengalami  kemajuan,  yaitu mulai  dirintis  jalan  ilmu  naqli,  berupa  filsafat  dan eksakta.  Pada saat   itu,  sebagaimana masa sebelumnya, ilmu berkembang dalam tiga bidang, yaitu diniyah,  tarikh dan filsafat.
Tokoh  filsafat yang terkenal  (beragama nasrani)  adalah Yuhana al  Dimaski,  yang dikenal dalam   Dunia  KRISTEN  sebagai   Johannes   Damacenes,   yang  kemudian   diteruskan   oleh muridnya yang bernama Abu Qarra.Kebanyakan masyarakat dan Khalifah Bani Umayyah mencintai syair. Pada masa itu lahir   beberapa   penyair   terbesar,   seperti  Ghayyats   Taghlibi     al-Akhtal,   Jurair,   dan   Al-Farazdak.Kota-kota   yang  menjadi   pusat   kegiatan   ilmu,  pada  masa  Daulah  Bani  Umayyah, masih  seperti   zaman khafaur   rasyidin,  Yaitu kota Damaskus,  Kufah,  Basrah,  Mekkah, Madinah,  Mesir   dan   ditambah   lagi   dengan   pusat-pusat   baru,   seperti   kota Kairawan, Kordoba, Granada dan lain-lainnya (Hasjmy, 1993:183).
Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Umayyah terbagi menjadi dua yaitu:
  1. Al-Adaabul Hadisah (ilmu-ilmu baru), yang terpecah menjadi dua bagian:
    • Al-Ulumul   Islamiyah,   yaitu   ilmu-ilmu   al-Qur’an,   al-Hadist,   al-Fiqh,   al-ulumul Lisaniyah, at-Tarikh dan al-Jughrafi.
    • Al-Ulumud   Dakhiliyah,   yaitu   ilmu-ilmu   yang   diperlukan   oleh   kemajuan   Islam, seperti ilmu thib, fisafat, ilmu pasti dan ilmu-ilmu eksakta lainnya yang disalin dari bahasa Persia dan Romawi.
      2   Al-Adaabul  Qadimah  (ilmu-ilmu   lama),   yaitu   ilmu-ilmu   yang   telah   ada   di zaman Jahiliah dan di  zaman  khalafaur  rasyidin,  seperti   ilmu-ilmu  lughah, syair,khitabah dan amsaal.
Pada permulaan masa Daulah Bani  Umayyah orang Muslim membutuhkan hukum dan undang-undang, yang bersumber pada al-Qur’an. Oleh karena itu mereka mempunyai minat yang besar terhadap tafsir al-Qur’an. Ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Beliau menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnaad.

G. SEBAB-SEBAB RUNTUHNYA BANI UMAYYAH

Kebesaran   yang   telah   diraih   oleh  Dinasti   Bani   Umayyah   ternyata   tidak  mampu menahan kehancurannya, yang diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain:
  1. Pertentangan antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Arab Utara  yang  disebut  Mudariyah  yang menempati   Irak dan Arab Selatan (Himyariyah)   yang   berdiam  di   wilayah   Suriah.   Di   zaman   Dinasti   Bani   Umayyah persaingan  antar   etnis   itu mencapai   puncaknya,   karena   para  Khalifah   cenderung kepada satu pihak dan menafikan yang lainnya (Ali, 1981:169-170).
  2. Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka adalah pendatang baru dari kalangan   bangsa-bangsa   taklukkan   yang   mendapatkan   sebutan  mawali.   Status tersebut  menggambarkan  infeoritas di   tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapatkan  fasilitas dari  penguasa Umayyah.  Padahal mereka bersama-sama Muslim Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan beberapa orang di antara mereka mencapai tingkatan yang jauh di atas rata-rata bangsa Arab. Tetapi harapan mereka untuk mendapatkan kedudukan dan hak-hak bernegara  tidak dikabulkan. Seperti  tunjangan tahunan yang diberikan kepada  mawali  itu  jumlahnya  jauh  lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab (Watt, 1990:28).
  3. Sistem pergantian Khalifah melalui  garis keturunan adalah sesuatru yang baru bagi tradisi  Arab  yang   lebih menekankan aspek  senioritas.  Pengaturannnya  tidak  jelas.Ketidakjelasan   sistem  pergantian   Khalifah   ini  menyebabkan   terjadinya   persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga Istana (Hitti, 1970:281).
  4. Kerajaan   Islam   pada   zaman   kekuasaan   Bani   Umayyah   telah   demikian   luas wilayahnya, sehingga sukar mengendalikan dan mengurus administrasi dengan baik, tambah   lagi   dengan   sedikitnya   jumlah   penguasa   yang   berwibawa   untuk   dapat menguasai sepenuhnya wilayah yang luas itu.
  5. Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani  Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik. Kaum Syi’ah dan Khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi   yang   kuat   dan   sewaktu-waktu   dapat   mengancam   keutuhan   kekuasaan Umayyah.
  6. Adanya pola hidup mewah di   lingkungan  istana menyebabkan anak-anak Khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di   samping   itu,   golongan agama  banyak  yang  kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
  7. Penindasan   terus  menerus   terhadap   pengikut-pengikut   Ali   pada   khususnya,   dan terhadap Bani Hasyim (Hasyimiyah) pada umumnya, sehingga mereka menjadi oposisi yang   kuat.  Kekuatan   baru   ini,   dipelopori   oleh  keturunan   al-Abbas   ibn   Abdul   al-Muthalib dan mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Hal ini menjadi  penyebab  langsung  tergulingnya kekuasaan Dinasti  Bani  Umayyah.   (Yatim, 2003:48-49 dan Hasymy, 1993:210).











BAB III
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
Bani Umayyah merupakan penguasa Islam yang telah merubah sistem  pemerintahan yang   demokratis   menjadi   monarchi   (sistem   pemerintahan   yang   berbentuk   kerajaan). Kerajaan  Bani  Umayyah  diperoleh  melalui  kekerasan,  diplomasi  dan  tipu  daya,  tidak dengan   pemilihan   atau   suara   terbanyak   sebagaimana   dilakukan   oleh   pemimpin sebelumnya,   yaitu   khalafaur   rasyidin.  Meskipun   mereka   tetap   menggunakan   istilah Khalifah, namun mereka memberikan interpretasi baru untuk mengagungkan jabatannya.Mereka  menyebutnya  “Khalifah Allah”  dalam pengertian “penguasa” yang  diangkat  oleh  Allah.
Kekuasaan  Bani  Umayyah  berlangsung  selama  90  tahun  (680-750  M).  Dinasti  ini dipimpin oleh  14 Khalifah, dengan urutan raja sebagai berikut yaitu: Muawiyah, Yazid ibn Muawiyah, Muawiyah ibn Yazid, Marwan ibn Hakam, Abdul Malik ibn Marwan, Walid ibn Abdul  Malik,  Sulaiman  ibn Abdul  Malik,  Umar ibn Abdul Aziz, Yazid  ibn Abdul  Malik, Hisyam ibn Abdul Malik, Walid ibn Yazid, Yazid ibn Walid (Yazid III), Ibrahim ibn Malik dan Marwan ibn Muhammad.
Pada  masa    aulah Bani  Umayyah banyak kemajuan yang telah  dicapai.  Ekspansi yang terhenti pada masa Khalifah Ustman dan Ali dilanjutkan oleh Dinasti ini. Sehingga kekuasaan  Islam   betul-betul   sangat  luas.   Daerah-daerah  itu  meliputi  Spanyol,  Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek dan Kirgis di Asia Tengah.


  1. SARAN
Saya menyadari dalam penulisan makalah ini tedapat kesalahan-kesalahan baik penggunaan tanda baca dan dalam hal menggunakan kata, semua itu karena mnim pengeetahuan saya tentan menulis,, maka seya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat kontruktif demi kesempurnaan untuk kedepannya,, terima kasih

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M. Natsir, 1988, IImuan Muslim Sepanjang Sejarah, Mizan, Bandung.

Arabi, Ibnu, 1988, Misykat al-Anwar, edisi bahasa Indonesia; (Relung Cahaya) oleh Ari         Anggari, Pustaka Firdaus, Jakarta.

Brackkelman, Carl, 1970, History of Islamic Peoples. Putnames Sona, New York.

Chejne, Anwar G, 1974, Muslim Spain:  Its History and Culture, Menneapolis, The
          University of Minnesota Press.

Dan beberapa referensi yang saya ambil di internet untuk kelengkapan materi tentang makalah yang saya buat ini.