Senin, 27 Juni 2011

Problematika TKI & Phoby Islam

Kisah pilu harus kembali dialami tenaga kerja Indonesia yang mengadu nasib di negri orang. Seperti diberitakan, kasus terakhir dialami oleh Ruyati Binti Satubi, seorang TKW asal Bekasi Jawa Barat yang dikenai sanksi hukuman mati oleh pengadilan Arab Saudi setelah disahkan oleh Mahkamah Tamziz kerajaan negara tersebut.
Sebagaimana dikutip Antaranews (19/06), Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh Jumhur mengatakan bahwa Rumiyati terbukti bersalah dalam persidangan, Ruyati dengan gamblang mengakui membunuh sang majikan setelah bertengkar karena keinginannya untuk pulang tidak dikabulkan.
Sangat disayangkan memang peristiwa ini harus terjadi. Rasa prihatin, tentu! namun bagaimanapun nasi sudah menjadi bubur. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah mengambil pelajaran darinya. Pemerintah Indonesia juga mesti mengambil langkah serius untuk mengusut tuntas kasus ini dan kasus-kasus serupa.
Sebelum ini, beberapa kasus naas juga harus dialami oleh TKI, kejadian yang sempat membuat geger publik beberapa waktu silam ialah kasus yang menimpa seorang TKW bernama Sumiyati. Namun kali ini sedikit berbeda, sebab Sumiyati lah yang menjadi pesakitan.
Sebagaimana diberitakan, TKI asal Nusa Tenggara Barat ini disiksa oleh majikannya di Arab Saudi. Hampir semua bagian tubuh, wajah, dan kedua kakinya mengalami luka-luka. Ia mengalami luka bakar di beberapa titik, kedua kaki nyaris lumpuh, kulit tubuh dan kepala terkelupas, tulang jari tengah tangan retak, dan alis mata rusak. Bibirnya juga dipotong.
Ironisnya perlakuan berbeda diterapkan oleh pihak Arab Saudi atas dua kasus di atas tersebut. Jika Negara itu konsisten menerapkan hukum Qishash, maka sudah semestinya pihak majikan yang menyiksa Sumiyati juga harus dikenai Qishash berupa sanksi seperti apa yang telah dia lakukan kepada Sumiyati, kecuali keluarga korban memaafkan. Dan jika keluarga memaafkan, maka harus dikenai diyat atau denda.
Sulit memang untuk mendapatkan keadilan didalam tatanan kehidupan yang tidak diatur dengan sistem Islam secara kaffah. Setidaknya contoh kedua kasus diatas menjadi salah satu bukti yang otentik.
Phoby Islam
Seperti biasanya, kasus-kasus seperti ini akhirnya menjadi santapan lezat oknum-oknum yang phoby terhadap Islam dan syariah untuk menyerang Islam. Raport merah Arab Saudi kemudian menjadi bahan untuk menuding dan menghujat Syariah. Padahal Arab Saudi bukanlah representatif penerapan syariah Islam secara kaffah, bukan pula representatif negara khilafah. Sehingga jelas tudingan tersebut adalah salah alamat.
Sebab sebagaimana diterangkan oleh para ulama, yang disebut negara Islam/khilafah ialah apabila jika memenuhi dua syarat: Pertama: diterapkannya sistem hukum Islam. Kedua: Sistem keamanannya berada di tangan sistem keamanan Islam, yaitu berada di bawah kekuasaan mereka.
Jika Arab Saudi disebut sebagai negara Islam yang menerapkan syariah Islam secara kaffah, maka semestinya di berlakukan hukum Qishash pelaku penganiayaan & pembunuhan TKI, hentikan penggunaan sistm kapitalisme dalam penyelenggaraan ibadah haji, stop pnguasaan barang tambang oleh perusahaan asing, mesti dilaksanakan politik luar negri (dakwah internasional) daulah Islam, juga harus dirubah sistem sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan dengan khilafah, dsb.
Terlepas dari keabsahan pengadilan Arab Saudi, hukum Islam tentu sagat jauh lebih hebat dibanding hukum sekulerisme. Dalam kasus pembunuhan misalnya, Islam memberikan sanksi berupa Qishash dalam bentuk hukuman mati. Itu Artinya Islam sangat menghargai jiwa manusia. Pelaksanaan hukum ini sarat akan solusi preventif karena menimbulkan aspek jera yang tinggi, sehingga bisa meminimalisir kasus pembunuhan.Hal ini berbeda dengan peradilan sekulerisme yang seperti tidak menghargai jiwa manusia karena lembeknya sanksi yang diberikan sehingga membuat angka kasus pembunuhan terus meningkat. Buktinya, berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Operasi Polda Metro Jaya, kasus pembunuhan pada 2010 mengalami peningkatan sebesar 5,06 persen dari tahun sebelumnya.
Islam juga memperhatikan masalah pembuktian (Al-Bayyinah). Dalam sistem peradilan Islam, seorang baru bisa dikenai sanksi hukum jika memang terbukti bersalah. Sistem peradilan Islam hanya menerima empat macam pembuktian, yakni pengakuan, sumpah, kesaksian dan dokumen tertulis yang menyakinkan. Pengakuan terdakwa tanpa paksaan dan penuh kesadaran (tidak gila). Kesaksian (syahadah) juga begitu ketat.
Faktor keberhasilan lain peradilan Islam yang telah dibuktikan selama berabad-abad dari masa Rasulullah hingga masa khilafah utsmaniyah (Turki) ialah dimana dalam pandangan syariat Islam, seseorang yang sudah dijatuhi hukuman di dunia akan menggugurkan dosa-dosanya (Al-Jawabir)sekaligus akan menghindarkan dirinya dari hukuman Allah di hari akhir.
Maka jelas, hukuman Qishash itu bukanlah dalam rangka balas dendam, melainkan untuk menyelamatkan nyawa-nyawa lain. Maha benar Allah atas firman-Nya: “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 179).
Problematika TKI
Perihal kasus Rumiyati (semoga Allah memberikan ampunan), jika dia terbukti bersalah maka siapapun itu selayaknya mendapatkan hukuman, jangan karena memiliki ikatan emosional lalu kemudian kita tidak adil dalam menyikapinya. Aneh juga jika kita harus “membenarkan” pembunuhan (jika benar-benar terbukti dan tak sesuai dengan syara’) atau dipihak lain menjadi pembela penindak kriminal (seperti kepada majikan Arab Saudi).
Peristiwa ini bisa menjadi cambukan bagi pemerintah dalam permasalahan TKI. Kenapa harus pemerintah? Karena pemerintahlah yang bertanggung jawab penuh atas persoalan TKI. Biasanya yang dilakukan sang pengampu kebijakan hanya bertindak responsif setelah adanya kejadian, dan tidak menyentuh pada akar persoalan. Setelah beriringnya waktu dan kasusnya pun reda, maka upaya penyelesaiannya pun ikut memudar.
Persoalan TKI memang begitu rumit, mulai dari permasalahan personal TKI hingga permasalahan sistem penyelenggaraannya. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan ketidakberesan persoalan TKI. Diantaranya:
Pertama: Faktor Individu. Kwalitas SDM yang tidak disiapkan dengan baik merupakan salah satu faktor kekisruhan TKI selama ini. Padahal sebagai pihak yang dikenal sebagai pahlawan devisa, semestinya pemerintah lebih meningkatkan upaya perbaikan SDM TKI ini. Misalnya peningkatan BLK (Balai latihan kerja), dsb.
Menurut Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sri Danti mengatakan sekitar 60 persen tenaga kerja wanita Indonesia tidak lulus sekolah dasar (republika.co.id 20/06). Hal ini tentu merupakan kendala besar, apalagi tanpa diikuti dengan skil yang memadai.
Kedua: Faktor sistem penyelenggaraan. Selama ini hasil kinerja BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) bisa dikatakan kurang maksimal, maka perlu adanya evaluasi dan perbaikan. Problematika TKI seringkali muncul sejak awal proses pengiriman tenaga kerja. Agen-agen legal maupun ilegal yang mengedepankan provit oriented tanpa mengindahkan standarisasi TKI hanyalah akan menimbulkan persoalan kedepannya bagi TKI itu sendiri. Seperti halnya terjadi pemalsuan-pemalsuan dokumen, ketidakberesan proses rekrutmen, dsb. Karena itu pemerintah harus lebih melakukan kontrol yang lebih ketat hal tersebut.
Tak bisa dipungkiri, banyaknya minat masyarakat yang memilih bekerja di luar negri adalah akibat semakin menyempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia. Negri yang kaya akan potensi sumber daya alam ini ternyata belum bisa menjamin warganya untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Andai bisa memilih, tentu mereka akan lebih suka untuk dekat dengan keluarga yang dicintainya. Inilah PR besar yang harus segera dituntaskan oleh negara ini.
Jika sistem Sekuler-Kapitalisme telah nyata-nyata menjadikan Indonesia menjadi bangkrut, kenapa harus dipertahankan. Bukankah ada sistem Islam yang telah terbukti hebat dan memberikan kepuasan hati? Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Jumat, 24 Juni 2011

kemiskinan itu ujian Allah.

Punya pendidikan tinggi merupakan impian tiap orang. Tapi, bagaimana jika kemiskinan terus menghadang. Jangankan untuk biaya kuliah, buat makan saja susah.
Berikut ini penelusuran dan wawancara Eramuslim dengan seorang pemulung yang kini bisa terus kuliah di jurusan akuntansi di Pamulang, Tangerang. Mahasiswi berjilbab itu bernama Ming Ming Sari Nuryanti.
Sudah berapa lama Ming Ming jadi pemulung?
Sejak tahun 2004. Waktu itu mau masuk SMU. Karena penghasilan ayah semakin tidak menentu, kami sekeluarga menjadi pemulung.
Sekeluarga?
Iya. Setiap hari, saya, ayah, ibu, dan lima adik saya berjalan selama 3 sampai 4 jam mencari gelas mineral, botol mineral bekas, dan kardus. Kecuali adik yang baru kelas 2 SD yang tidak ikut.
***
Tempat tinggal Ming Ming berada di perbatasan antara Bogor dan Tangerang. Tepatnya di daerah Rumpin. Dari Serpong kurang lebih berjarak 40 kilometer. Kawasan itu terkenal dengan tempat penggalian pasir, batu kali, dan bahan bangunan lain. Tidak heran jika sepanjang jalan itu kerap dipadati truk dan suasana jalan yang penuh debu. Di sepanjang jalan itulah keluarga pemulung ini memunguti gelas dan botol mineral bekas dengan menggunakan karung.
Tiap hari, mereka berangkat sekitar jam 2 siang. Pilihan jam itu diambil karena Ming Ming dan adik-adik sudah pulang dari sekolah. Selain itu, bertepatan dengan jam berangkat sang ayah menuju tempat kerja di kawasan Ancol.
Setelah berjalan selama satu setengah sampai dua jam, sang ayah pun naik angkot menuju tempat kerja. Kemudian, ibu dan enam anak itu pun kembali menuju rumah. Sepanjang jalan pergi pulang itulah, mereka memunguti gelas dan botol mineral bekas.
Berapa banyak hasil yang bisa dipungut?
Nggak tentu. Kadang-kadang dapat 3 kilo. Kadang-kadang, nggak nyampe sekilo. Kalau cuaca hujan bisa lebih parah. Tapi, rata-rata per hari sekitar 2 kiloan.
Kalau dirupiahkan?
Sekilo harganya 5 ribu. Jadi, per hari kami dapat sekitar 10 ribu rupiah.
Apa segitu cukup buat 9 orang per hari?
Ya dicukup-cukupin. Alhamdulillah, kan ada tambahan dari penghasilan ayah. Walau tidak menentu, tapi lumayan buat keperluan hidup.
***
Ming Ming menjelaskan bahwa uang yang mereka dapatkan per hari diprioritaskan buat makan adik-adik dan biaya sekolah mereka. Sementara Ming Ming sendiri sudah terbiasa hanya makan sekali sehari. Terutama di malam hari.
Selain itu, mereka tidak dibingungkan dengan persoalan kontrak rumah. Karena selama ini mereka tinggal di lahan yang pemiliknya masih teman ayah Ming Ming. Di tempat itulah, mereka mendirikan gubuk sederhana yang terbuat dari barang-barang bekas yang ada di sekitar.
Berapa hari sekali, pengepul datang ke rumah Ming Ming untuk menimbang dan membayar hasil pungutan mereka.
Kalau lagi beruntung, mereka bisa dapat gelas dan botol air mineral bekas di tempat pesta pernikahan atau sunatan. Sayangnya, mereka harus menunggu acara selesai. Menunggu acara pesta itu biasanya antara jam 9 malam sampai jam 2 pagi. Selama 5 jam itu, Ming Ming sebagai anak sulung, ibu dan dua adiknya berkantuk-kantuk di tengah keramaian dan hiruk pikuk pesta.
Kalau di hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, keluarga pemulung ini juga punya kebiasaan yang berbeda dengan keluarga lain. Mereka tidak berkeliling kampung, berwisata, dan silaturahim ke handai taulan. Mereka justru memperpanjang rute memulung, karena biasanya di hari raya itu, barang-barang yang mereka cari tersedia lebih banyak dari hari-hari biasa.
Ming Ming tidak malu jadi pemulung?
Awalnya berat sekali. Apalagi jalan yang kami lalui biasa dilalui teman-teman sekolah saya di SMU N 1 Rumpin. Tapi, karena tekad untuk bisa membiayai sekolah dan cinta saya dengan adik-adik, saya jadi biasa. Nggak malu lagi.
Dari mana Ming Ming belajar Islam?
Sejak di SMU. Waktu itu, saya ikut rohis. Di rohis itulah, saya belajar Islam lewat mentoring seminggu sekali yang diadakan sekolah.
Ketika masuk kuliah, saya ikut rohis. Alhamdulillah, di situlah saya bisa terus belajar Islam.
Orang tua tidak masalah kalau Ming Ming memakai busana muslimah?
Alhamdulillah, nggak. Mereka welcome saja. Bahkan sekarang, lima adik perempuan saya juga sudah pakai jilbab.
***
Walau sudah mengenakan busana muslimah dengan jilbab yang lumayan panjang, Ming Ming dan adik-adik tidak merasa risih untuk tetap menjadi pemulung. Mereka biasa membawa karung, memunguti gelas dan botol air mineral bekas, juga kardus. Bahkan, Ming Ming pun sudah terbiasa menumpang truk. Walaupun, ia harus naik di belakang.
Ming Ming kuliah di mana?
Di Universitas Pamulang, Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi S1.
Maaf, apa cukup pendapatan Ming Ming untuk biaya kuliah?
Jelas nggak. Tapi, buat saya, kemiskinan itu ujian dari Allah supaya kita bisa sabar dan istiqamah. Dengan tekad itu, saya yakin bisa terus kuliah.
Walaupun, di semester pertama, saya nyaris keluar. Karena nggak punya uang buat biaya satu semester yang jumlahnya satu juta lebih. Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah semuanya bisa terbayar.
***
Di awal-awal kuliah, muslimah kelahiran tahun 90 ini memang benar-benar melakukan hal yang bisa dianggap impossible. Tanpa uang memadai, ia bertekad kuat bisa masuk kuliah.
Ketika berangkat kuliah, sang ibu hanya memberikan ongkos ke Ming Ming secukupnya. Artinya, cuma ala kadarnya. Setelah dihitung-hitung, ongkos hanya cukup untuk pergi saja. Itu pun ada satu angkot yang tidak masuk hitungan alias harus jalan kaki. Sementara pulang, ia harus memutar otak supaya bisa sampai ke rumah. Dan itu ia lakukan setiap hari.
Sebagai gambaran, jarak antara kampus dan rumah harus ditempuh Ming Ming dengan naik empat kali angkot. Setiap angkot rata-rata menarik tarif untuk jarak yang ditempuh Ming Ming sekitar 3 ribu rupiah. Kecuali satu angkot di antara empat angkot itu yang menarik tarif 5 ribu rupiah. Karena jarak tempuhnya memang maksimal. Jadi, yang mesti disiapkan Ming Ming untuk sekali naik sekitar 14 ribu rupiah.
Di antara trik Ming Ming adalah ia pulang dari kuliah dengan berjalan kaki sejauh yang ia kuat. Sambil berjalan pulang itulah, Ming Ming mengeluarkan karung yang sudah ia siapkan. Sepanjang jalan dari Pamulang menuju Serpong, ia melepas status kemahasiswaannya dan kembali menjadi pemulung.
Jadi, jangankan kebayang untuk jajan, makan siang, dan nongkrong seperti mahasiswa kebanyakan; bisa sampai ke rumah saja bingungnya bukan main.
Sekarang apa Ming Ming masih pulang pergi dari kampus ke rumah dan menjadi pemulung sepulang kuliah?
Saat ini, alhamdulillah, saya dan teman-teman UKM Muslim (Unit Kegiatan Mahasiswa Muslim) sudah membuat unit bisnis. Di antaranya, toko muslim. Dan saya dipercayakan teman-teman sebagai penjaga toko.
Seminggu sekali saya baru pulang. Kalau dihitung-hitung, penghasilannya hampir sama.
Jadi Ming Ming tidak jadi pemulung lagi?
Tetap jadi pemulung. Kalau saya pulang ke rumah, saya tetap memanfaatkan perjalanan pulang dengan mencari barang bekas. Bahkan, saya ingin sekali mengembangkan bisnis pemulung keluarga menjadi tingkatan yang lebih tinggi. Yaitu, menjadi bisnis daur ulang. Dan ini memang butuh modal lumayan besar.
Cita-cita Ming Ming?
Saya ingin menjadi da'i di jalan Allah. Dalam artian, dakwah yang lebih luas. Bukan hanya ngisi ceramah, tapi ingin mengembangkan potensi yang saya punya untuk berjuang di jalan Allah. (MN)

Jumat, 29 April 2011

Dosa ibarat racun

KetiKa kita didunia ini meninggalkan makan makanan yang bercampur dengan RACUN karena kita tau itu akan memBAHAYAKAN jiwa kita,,
Dan seberapa perlukah bagi kiTa meningGalkan DOSA yang dapt menyengSARAKAN kita di akhiran nanti,,!!

Bahaya makan berlebihan

"Makan hingga kekenyangan dapat menimbulkan 6 bahaya, yaitu :
1. Hilangnya rasa takut kepada Allah dari hati org tersebut.
2. Hilangnya rasa belas kasih terhadap orang lain dari org yg demikian.
3. Merasa sulit atau berat dlm mengerjakan ibadah.
4. Apabila mendengar kata2 berhikmah, ia tidak merasa tawadhu, rendah hati atau kehalusan jiwa.
5. Apabila dy memberikan nasihat atau ceramah, mk nasihat tidak berkesan atau tidak meresap ke dlm hati pendengarnya,dan
6. Banyak penyakit tumbuh dalam tubuhnya".

@saya ambil dri kitab Ihya'ulumuddin karya IMAM AL-GHAZZALI.

Jumat, 25 Maret 2011

"WTC 911" DAN MISI DAJJAL

Bismillahirrahmaanirrahiim. Peristiwa Tragedi WTC 11 September 2001, menyisakan rentetan panjang penderitaan manusia yang luar biasa. Bukan hanya ribuan korban yang hancur terbakar, jatuh, atau tertimbun kejamnya material reruntuhan WTC. Namun miliaran Ummat Islam juga menderita akibat peristiwa itu. Tragedi WTC menghalalkan kaum Muslimin diperangi atas nama “war on terror” yang dikomandoi oleh George Bush –laknatullah ‘alaihi wa ashabihi ajma’in-.
Peristiwa itu sendiri terjadi di WTC New York, pada tanggal 11 September 2001. Kalau disingkat, WTC 119; 11 adalah tanggalnya, dan 9 adalah bulannya. Tetapi dalam ejaan Inggris, bulan ditulis lebih dulu, sehingga menjadi 911 (nine one one). Sehingga peristiwa itu kerap disebut “WTC nine one one”. Dan kebetulan kode 911 merupakan kode panggilan darurat di Amerika. Orang seluruh Amerika paham kode “911” yaitu panggilan darurat kepolisian. Bahkan begitu populernya, sampai ada istilah “Nanny 911” untuk menunjukkan kepada karakter seorang Nanny (pengasuh anak) yang siap dipanggil kapan saja untuk menangani kasus-kasus kenakalan anak yang sudah mencapai taraf darurat.
Istilah “WTC 911” itu bukan main-main. Ia bukan peristiwa biasa, ia bukan aksi terorisme biasa, ia bukan tragedi biasa. “WTC 911” adalah sebuah ICON gerakan besar yang dikembangkan di awal abad 21. Ia adalah simbol atau kode bagi Zionisme internasional untuk menenggelamkan dunia dalam perang anti terorisme yang mereka rancang. Khususnya, “WTC 911” adalah missi internasional untuk memerangi kebangkitan kaum Muslimin melalui isu terorisme. Ini adalah sandi, kode, atau icon gerakan Zionisme
internasional.


Sebagai orang beriman, kita jelas menolak Tragedi WTC 11 September 2001 itu, dan lebih menolak lagi ketika tragedi itu dijadikan alasan untuk memerangi kaum Muslimin di seluruh dunia. Hanya orang-orang kafir saja, atau manusia yang sudah tersesat sejauh-jauhnya, yang akan ridha dengan agenda perang untuk menghancurkan kehidupan kaum Muslimin itu.
Ada setidaknya 4 alasan untuk menolak missi “WTC 911”, yaitu:
[1] Ummat Islam secara mutlak harus menolak, menentang, atau mengingkari agenda-agenda yang diciptakan oleh Zionisme internasional. Tidak ada toleransi bagi Zionisme, sebagaimana tidak ada toleransi bagi dajjal –laknatullah ‘alaih-.
[2] Perang terhadap Islam dan kaum Muslimin adalah kekafiran, kezhaliman, dan kebiadaban yang sama sekali tertolak dalam ajaran Islam. Menerima perang seperti itu sama saja dengan membunuh agama sendiri.
[3] Tindakan terorisme terhadap warga sipil, laki-laki dan wanita, dewasa atau anak-anak, Muslim atau bukan, adalah perbuatan HARAM. Ia termasuk perbuatan merusak di muka bumi yang sangat diharamkan. Islam menghalalkan Jihad Fi Sabilillah, perang melawan musuh-musuh Islam; tetapi Jihad Fi Sabilillah bukan aksi terorisme yang penuh kepengecutan. Kalau mau Jihad, silakan head to head dengan pasukan musuh, jangan kucing-kucingan dengan berlagak sebagai “mujahidin”.
[4] Menurut banyak analisis, dapat dipastikan bahwa Tragedi WTC 11 September 2001 bukan dilakukan oleh kaum Muslimin (anak buah Usamah bin Ladin), tetapi dilakukan sendiri oleh agen-agen intelijen Amerika-Israel. Tragedi itu sengaja mereka buat sebagai alasan untuk memerangi kebangkitan Islam di dunia.
Wajib bagi kaum Muslimin menolak semua cerita-cerita yang dibuat George Bush –laknatullah ‘alaihi wa ashabihi ajma’in- seputar “WTC 911” itu. Apa yang diceritakan George Bush adalah kebohongan besar (seprti kebohongan Neil Amstrong dan Edwin Aldrin yang telah mendarat di bulan). Bahkan cerita bohong itu menjadi senjata bagi keturunan dajjal itu (George Bush) untuk memerangi Ummat Islam di seluruh dunia. Hanya orang kafir atau sudah sesat sejauh-jauhnya yang akan menerima cerita George Bush –laknatullah ‘alaihi wa ashabihi ajma’in-. Bahkan hebatnya, banyak sekali masyarakat kritis dunia yang menertawakan peristiwa itu. Padahal banyak dari mereka non Muslim yang tidak belajar ajaran-ajaran Islam.
Demi Allah, gedung WTC tidak akan hancur hanya ditabrak oleh sebuah pesawat. Sama sekali tak akan rubuh hanya dalam beberapa menit akibat tabrakan itu. Hancurnya gedung itu semata-mata hanya melalui Demolition Controlled. Ia adalah metode peledakan terkendali yang biasa digunakan di Amerika untuk merobohkan gedung-gedung tinggi yang terletak di tengah-tengah kawasan padat gedung-gedung pencakar langit. Tabrakan pesawat hanyalah pengalih perhatian saja. Sedangkan kekuatan asli yang menghancurkan gedung WTC adalah rangkaian bom yang telah ditanam di gedung itu sendiri.
Sebagai perbandingan, tanggal 18 Februari 2010, seorang pilot menabrakkan pesawatnya ke sebuah gedung di Austin, Texas. Pilot itu bernama Joseph Stack. Dia meninggal setelah melakukan aksinya. Akibat dari tabrakan itu hanya menimbulkan kebakaran dan kerusakan gedung. Tidak sampai meruntuhkan gedung dalam sekejap. Bahkan saat sebuah pesawat latih jatuh di gedung IPTN, ia juga tidak menghancurkan gedung itu berkeping-keping. Jadi tidak ada ceritanya, sebuah pesawat bisa menghancurkan gedung pencakar langit hanya dalam beberapa menit. Ketika Timothy McVeigh meledakkan truk berisi bahan peledak penuh di depan gedung FBI Amerika. Ia tak sampai menghancurkan seluruh gedung itu. Hanya bagian depannya hancur, tidak sampai menghancurkan secara keseluruhan.
Namun disini kita mendapati FENOMENA ANEH luar biasa. Di mata orang-orang yang mengerti, tidak mungkin “WTC 911” dilakukan oleh anak buah Usamah bin Ladin. Usamah dkk. tidak memiliki kekuatan sehebat itu. Tetapi sebagian kelompok Muslim sangat mempercayai berita itu. Mereka sangat percaya bahwa peledakan WTC dilakukan oleh anak buah Usamah Cs.
Ada dua kelompok Muslim yang amat sangat percaya, bahwa pelaku peledakan WTC adalah jaringan Usamah bin Ladin (Al Qa’idah). Pertama, adalah kalangan Salafi yang merujuk kepada pemikiran Rabi’ bin Hadi Al Madkhali dan Muqbil bin Hadi Al Wada’i. Kedua, adalah kalangan Salafi Jihadi yang sangat mendukung gerakan Al Qa’idah dan memuliakan Usamah bin Ladin dan Ayman Al Zhawahiri.
Kedua kelompok itu sama-sama merujuk kepada Salafus Shalih; sama-sama mengklaim Ahlus Sunnah; sama-sama mendakwahkan Tauhid dan anti bid’ah; sama-sama mengagumi dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah; sama-sama menghidupkan Sunnah dengan memakai gamis, memotong celana, dan para isterinya bercadar. Dan anehnya, kedua kelompok sama-sama mempercayai CERITA GEORGE BUSH seputar Tragedi WTC 911.
Tetapi mereka memiliki perbedaan yang sangat menyolok. Kelompok pertama, sangat menjilat kekuasaan. Tidak segan-segan mereka memuji Presiden, Kapolri, atau Densus 88. Padahal Salafus Shalih tidak ada yang mencontohkan sikap seperti itu. Sebaliknya, kelompok kedua sangat anti Pemerintahan. Semua pemerintahan yang menerapkan sistem demokrasi dituduh kafir. Termasuk Hamas di Palestina juga didakwa kafir musyrik, karena setuju demokrasi.
Kelompok pertama, kerjanya mentahdzir orang sebagai ahli bid’ah, hizbiyyah, sesat, khawarij, teroris. Kelompok kedua, kerjanya mengkafirkan orang-orang yang tidak sependirian dengan pemikiran mereka (misalnya anggota parlemen, hakim, jaksa, polisi, dll). Kelompok pertama doyan tahdzir, kelompok kedua doyan takfir.
Sesungguhnya agenda “war on terror” yang dilancarkan George Bush –laknatullah ‘alaihi wa ashabihi- adalah ditujukan untuk memerangi kebangkitan Islam. Oleh karena itu dia pernah keceplosan memakai istilah Crusade. Untuk menggulirkan agenda perang terlaknat itu, mereka membutuhkan pendukung dari kaum Muslimin. Pendukung itu bersifat PROTAGONIS (seide dengan mereka) dan ANTAGONIS (lawan mereka). Kalau hanya protagonis saja, agenda itu tidak akan berjalan. Selain ada kaum Muslimin yang mendukung agenda George Bush, juga harus ada yang beperan melawan George Bush. Salafi Rabi’iyun mendukung ide George Bush, sementara Salafi Al Qa’idah menjadi lawan George Bush. Akhirnya, panggung dunia pun dipenuhi oleh “war on terror”. Persis seperti film kartun Tom & Jerry.
Isyarat-isyarat yang ditunjukkan oleh George Bush –laknatullah ‘alaihi- sendiri sangat jelas. Dengan lantang dia membagi dunia dalam dikotomi yang sangat tegas: “You are with us or with terrorist?” Salafi Rabi’iyun jelas bersama George Bush, sementara Salafi Al Qa’idah menjadi lawan main George Bush.
Kedua kelompok “Salafi” itu dari sisi fanatiknya, ampun deh! Sangat sulit sekali bagi kita untuk menasehati, memberi masukan, meluruskan kesalahan, dll. Kalau kita bantah pendapat mereka, amarahnya semakin besar, sikap fanatiknya semakin bergelora, sikap bara’ah-nya semakin nyata.
Pandangan kita tidak akan mereka terima, sebab tidak sesuai dengan pandangan para syaikh mereka. Di mata mereka, “Orang Indonesia, tetangga sendiri, tidak memiliki hak kebenaran. Yang benar, hanyalah syaikh-syaikh dari Arab sono!” Dengan cara begitu mereka merasa bangga di hadapan orang lain. Seolah, memeluk suatu ajaran Islam, hanya dipakai untuk bangga-banggaan saja.
Meskipun kita sudah memberikan hujjah Qur’ani dan Sunni, tetap saja karena pandangan kita berbeda dengan syaikh-syaikh-nya, kita ditolak. Padahal kewajiban seorang Muslim ialah mengikuti dalil Syar’i, bukan mengikuti perkataan orang per orang. Dan hal itu pula yang sangat ditekankan oleh para ulama Salaf. Hingga ada ucapan, “Idza shah-ha al hadits, wa huwa madzhabiy” (kalau sudah sah sebuah hadits, itulah madzhabku).
Ibnu Abbas Ra. pernah mencela orang-orang di masanya yang lebih mendahulukan pendapat Abu Bakar Ra dan Umar Ra daripada pendapat Nabi Saw. Padahal ia adalah pendapat Shahabat sekaliber Abu Bakar dan Umar. Lazimnya, para syaikh yang martabatnya di bawah Abu Bakar Ra dan Umar Ra, seharusnya bisa diposisikan secara wajar di hadapan Al Qur’an dan As Sunnah.
Namun ya itu tadi, kalau agama difungsikan untuk bangga-banggaan, kelompok-kelompokan, merasa besar, merasa tinggi, merasa “paling ngerti”, ya susah memang. Dalil sejelas apapun, tetap saja akan ditolak. Wong, penyakit itu bukan pada dalilnya, tetapi penyakit ada di hati, yang berada di dada.
Demi Allah “WTC 911” bukan peristiwa sembarangan. Ia adalah ICON Zionisme untuk memerangi kaum Muslimin. Seharusnya kita menolak keras segala cerita seputar “WTC 911” itu. Cerita-cerita itu mengandung terlalu banyak kebohongan. Dengan mempercayai cerita WTC 911, sama saja kita dengan mempercayakan mata, telinga, dan akal kepada ajaran George Bush –laknatullah ‘alaih-.
Orang Arab memiliki karakter khas. Kalau mereka baik dan shalih, masya Allah, luar biasa baiknya. Seakan kita melihat malaikat dalam wujud manusia. Tetapi kalau jahat, jahatnya luar biasa. Sampai iblis pun geleng-geleng kepala, “Perasaan, gue gak gitu-gitu amat.” Lihatlah disana sosok Hamzah bin Abdul Muthalib Ra ketika sepenuh hati membela perjuangan Nabi Saw, sampai terbunuh dalam peperangan. Lalu, lihat pula sosok Abu Jahal yang sangat bengis dalam memusuhi Islam. Sama-sama Arab, sama-sama dari Makkah, tetapi karakter berbeda 180 derajat.
Di antara kelemahan kita selama ini ialah terlalu mudah takjub oleh penampilan syaikh-syaikh Arab (tidak semua syaikh). Kita anggap mereka itu ulama, panutan, marja’ ilmiyah, mursyid, dan lainnya. Memang ada yang seperti itu, alhamdulillah. Tetapi yang munafik, menyesatkan Ummat, dan sangat keji permusuhannya kepada Islam dan kaum Muslimin, juga ada. Secara zhahir tampak seperti ulama, perkataan sehari-harinya tidak lepas dari, “Qalallah wa qala Rasulullah.” Tetapi secara bathin, mereka adalah syaitan-syaitan yang menyesatkan Ummat. Maka itu Rasulullah sejak awal sudah mewanti-wanti bahaya orang-orang seperti ini. Zhahirnya seperti kita, bahasanya seperti kita (bahasa Arab), omongan seperti kita. Tetapi agenda perjuangan mereka melayani kepentingan Zionisme.
Icon “WTC 911” itu sangat jelas sekali. Yang membuat icon adalah Zionisme, yang melariskan dagangan mereka ternyata saudara-saudara kita juga. Yang satu bermudah-mudah menuduh orang lain teroris khawarij; yang satu lagi bermudah-mudah menuduh Muslim lain kafir. Yang satu pro agenda George Bush –laknatullah ‘alaihi-, yang satu lagi menjadi “lawan main” Geroge Bush –laknatullah ‘alaih-. Yang satu terus mengacak-acak persatuan Ummat dengan ide-ide permusuhan antar sesame kaum Muslimin. Yang satu lagi terus melakukan aksi-aksi terror, agar Ummat Islam semakin hebat diperangi kaum kafir.
Bahkan yang menakjubkan, yang membuat George Bush –laknatullah ‘alaihi wa ashabih- terpilih kedua kalinya tahun 2004 lalu, adalah pidato Usamah bin Ladin yang mengancam akan menyerang Amerika. Ternyata, Si Usamah ini kemudian tidak melakukan serangan apa-apa. Tetapi, publik Amerika sudah ketakutan, sehingga George Bush –laknatullah ‘alaih- terpilih lagi. Kasus yang sama baru-baru ini terulang, dengan isu pengiriman paket bom melalui pesawat Emirates di Yaman. Paket ini sedianya akan dikirim ke Amerika. Al Qa’idah buru-buru mengklaim bahwa iutu adalah paket milik mereka. Media-media pro Zionis sangat hebat mempublikasikan paket bom ini. Dampaknya, Partai Republik di Amerika memenangkan pemilu mengalahkan partai Obama.
Tahun 1996 lalu Usamah bin Ladin menantang pasukan Amerika untuk bertempur di Afghanistan atau negeri-negeri Islam lain. Tahun 2001 Amerika jadi menyerang Afghan, tahun 2003 Amerika menyerang Irak. Lalu kemana Usamah? Kok tidak nongol-nongol? Katanya menantang Amerika, kok tidak nongol sih? Ya, itulah akal anak-anak muda Indonesia terlalu mudah dibohongi oleh omongan Usamah, Ayman, dan sejenisnya. Mereka itu masih satu paket dengan agenda Zionisme, dengan sandi operasi “WTC 911”. Maka tidak heran kalau Ayman Al Zhawahiri cepat-cepat mengkafirkan Hamas di Palestina. Sebab itu satu arah dengan kepentingan Zionisme internasional. Kita harus berhati-hati dengan syaitan-syaitan yang berkedok syaikh, mujahidin, dan sebagainya. Andaikan Usamah benar-benar seorang mujahid Islam sejati; dia pasti akan terbunuh seperti Dr. Abdullah Azzam, Syaikh Ahmad Yasin, Yahya Ayash, Jendral Khatab, dan lainnya –rahimahumullah jami’an-.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi Ummat, dan bermanfaat pula bagi diri kami sendiri. Allahumma amin
DI AMBIL DARI PUSTAKA LANGIT BIRU